Biografi Sastrawan Adinegoro
Adinegoro
lahir di Talawi, Sumatera Barat, pada tanggal 14 Agustus 1904. Nama aslinya
sebenarnya bukan Adinegoro, melainkan Djamaluddin gelar Datuk Madjo Sutan. Ia
adalah adik sastrawan Muhammad Yamin. Mereka saudara satu bapak, tetapi lain
ibu. Ayah Adinegoro bernama Usman gelar Baginda Chatib dan ibunya bernama
Sadarijah, sedangkan nama ibu Muhammad Yamin adalah Rohimah.
Adinegoro
terpaksa memakai nama samaran karena ketika bersekolah di Stovia ia tidak
diperbolehkan menulis. Padahal, pada saat itu keinginannya menulis sangat
tinggi. Dengan demikian, dipakainyalah nama samaran Adinegoro tersebut sebagai
identitasnya yang baru. Ia pun dapat menyalurkan keinginannya untuk
memublikasikan tulisannya tanpa diketahui orang bahwa Adinegoro itu adalah
Djamaluddin gelar Datuk Madjo. Oleh karena itulah, nama Adinegoro sebagai
sastrawan lebih terkenal daripada nama aslinya, Djamaluddin.
Pendidikan Sastrawan Adinegoro
Adinegoro
sempat mengenyam pendidikan selama empat tahun di Berlin, Jerman Timur. Ia
mendalami masalah jurnalistik di negara itu. Selain itu, ia juga mempelajari
masalah kartografi, geografi politik, dan geopolitik. Pengalaman belajar di
Jerman itu sangat banyak menambah pengetahuan dan wawasannya, terutama di
bidang jurnalistik. Adinegoro, memang, lebih dikenal sebagai wartawan daripada
sastrawan.
Ia memulai
kariernya sebagai wartawan di majalah Caya Hindia, sebagai pembantu tetap.
Setiap minggu ia menulis artikel tentang masalah luar negeri di majalah
tersebut. Ketika belajar di luar negeri (1926—1930), ia juga menjadi wartawan
bebas (freelance journalist) di surat kabar Pewarta Deli (Medan),
Bintang Timur, dan Panji Pustaka (Jakarta). Setelah kembali ke tanah air,
Adinegoro memimpin majalah Panji Pustaka (pada tahun 1931. Akan tetapi, ia
tidak bertahan lama, hanya enam bulan. Sesudah itu, ia memimpin surat kabar
Pewarta Deli di Medan (1932—1942). Ia juga pernah memimpin Sumatra Shimbun
selama dua tahun. Kemudian, bersama Prof. Dr. Supomo, ia memimpin majalah
Mimbar Indonesia (1948—1950). Selanjutnya, ia memimpin Yayasan Persbiro
Indonesia (1951). Terakhir, ia bekerja di Kantor Berita Nasional (kemudian
menjadi KBN Antara). Sampai akhir khayatnya Adinegoro mengabdi di kantor berita
tersebut.
Dua buah novel
Adinegoro yang terkenal (keduanya ditulis pada tahun 1928), yang membuat
namanya sejajar dengan nama novelis besar Indonesia, adalah Asmara Jaya dan
Darah Muda. Ajip Rosidi dalam buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia (1982)
mengatakan bahwa Adinegoro merupakan pengarang Indonesia yang berani melangkah
lebih jauh menentang adat kuno yang berlaku dalam perkawinan. Dalam kedua
romannya, Adinegoro bukan hanya menentang adat kuno, melainkan juga dengan
berani memenangkan pihak kaum muda yang menentang adat kuno itu (yang
dijalankan oleh pihak kaum tua).
Di samping
kedua novel itu, Adinegoro juga membuat novel lainnya, yaitu Melawat ke Barat,
yang merupakan kisah perjalanannya ke Eropa. Kisah perjalanan itu diterbitkan
pada tahun 1930.
Selain itu, ia
juga terlibat dalam polemik kebudayaan yang terjadi sekitar tahun 1935.
Esainya, yang merupakan tanggapan polemik waktu itu, berjudul “Kritik atas
Kritik” terhimpun dalam Polemik Kebudayaan yang dieditori oleh Achdiat Karta
Mihardja (1977). Dalam esainya itu. Adinegoro beranggapan bahwa suatu kultur
tidak dapat dipindah-pindahkan karena tiap bangsa telah melekat tabiat dan
pembawaan khas, yang tidak dapat ditiru oleh orang lain. Ia memberikan
perbandingan yang menyatakan bahwa suatu pohon rambutan tidak akan menghasilkan
buah mangga, dan sebaliknya.
KARYA Sastrawan
Adinegoro
Novel
1. Darah Muda (Batavia Centrum: Balai Pustaka, 1931)
2. Asmara Jaya (Batavia Centrum: Balai Pustaka, 1932)
3. Melawat ke Barat (Jakarta: Balai Pustaka, 1950)
Cerita Pendek
1. “Bayati es Kopyor” (Varia, No. 278, Th. Ke-6. 1961)
2. “Etsuko” (Varia, No. 278, Th. Ke-6, 1961)
3. “Lukisan Rumah Kami” (Djaja,
No. 83, Th. Ke-2, 1963)
4. “Nyanyian Bulan April” (Varia,
No. 293, Th. Ke-6, 1963)
Demikan tadi Biografi Sastrawan
Adinegoro
0 komentar:
Posting Komentar