Berikut ini
biografi singkat Acep Zam Zam Noor kecil sampai remaja menghabiskan waktunya di
pondok pesantren. Acep Zam Zam Noor adalah sastrawan yang lahir tanggal 28
Februari 1960. Kepenyairannya lahir di Cipasung, tepatnya di Pondok Pesantren
Cipasung, Tasikmalaya. Karena dilahirkan dan dibesarkan di pondok
pesantren, nuansa keislaman dalam
karyanya sangat terasa.
"Cipasung"
adalah sebuah puisi yang ditulisnya. Puisi itu menggambarkan keadaan desa yang
tenang dan damai dengan nuansa Islam yang kental. Selain nuansa keislaman,
nuansa Jawa Barat juga sangat terasa. Beberapa puisinya ada yang ditulis dengan menggunakan bahasa
Sunda. Di Pondok Pesantren Cipasung pula, Acep mendirikan komunitas sastra,
yaitu Sanggar Sastra Tasik dan Komunitas Azan, yang bergerak dalam pembinaan
dan pemasyarakatan sastra, khususnya, dan kesenian serta kebudayaan, pada
umumnya. Meskipun ayah Acep Zam Zam Noor
seorang ulama Nahdlatul Ulama yang terkenal di Pondok Pesantren Cipasung, Acep tidak mengikuti jejak ayahnya. Dia lebih
memilih jalur kesenian sebagai jalan hidupnya.
Ketika duduk
di bangku SMP, bakat menulis Acep kian tampak. Pada awalnya, dia menulis puisi
dengan menggunakan bahasa Sunda. Selain itu, ia menulis puisi dengan
menggunakan bahasa Indonesia. Puisi pertama yang ditulis kemudian dimuat dalam
media massa yang terbit di Bandung dan Jakarta. Bakat menulisnya terus
berkembang. Setelah menamatkan bangku SMA di Pondok Pesantren As-Syafi’iyah,
Jakarta, Acep melanjutkan sekolah di Bandung. Acep yang mengenyam kuliah di
Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB kian bersemangat untuk menulis. Acep tidak hanya menulis puisi, tetapi juga
melukis dan ikut aktif terlibat dalam klub diskusi kesenian. Setelah menamatkan
kuliah di Jurusan Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi
Bandung (1980—1987), Acep tetap berkesenian. Tahun 1991—1993, Acep mendapat bea
siswa dari pemerintah Italia untuk belajar di Universitas Stranieri, Perugia,
Italia. Antara melukis dan menulis puisi bagi Acep merupakan satu kesatuan dalam
kehidupan yang tidak dapat dipisahkan. Di sela-sela kesibukan menulis puisi dan
mengikuti pameran di beberapa tempat, Acep juga sibuk membimbing penulis muda
untuk terus menulis di sanggarnya di Cipasung, Tasikmalaya.
Kegiatan
lainnya, selain menulis puisi dan mengikuti beberapa pameran, Acep juga menjadi pendamping delegasi Indonesia dalam
Bengkel Puisi Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) Jakarta tahun 1977. Tahun
2001 mengikuti Festival Puisi Internasional Winternachten Overzee di Teater
Utan Kayu, Jakarta, dan mengikuti acara
Southeast Asian Writers Meet di Kulala Lumpur tahun 2002, mengikuti Festival Puisi Internasional di
Makassar, dan mengikuti kegiatan di Den Haag, Belanda, tahun 2004.
Karya Acep Zam Zam Noor:
1. Tamparlah Muka (1982)
2. Aku Kini Doa (1986)
3. Kasidah Sunyi (1989)
4. Dayeuh Matapoe (puisi Sunda, 1993)
5. Dari Kota Hujan (1996)
6. Di Luar Kota (1996)
7. Di Atas Umbria (1999)
8. Dongeng dari Negeri Sembako (2001)
9. Jalan Menuju Rumahku (2004)
Selain
kumpulan puisi yang telah diterbitkan, karya puisi Acep juga ada yang pernah
dimuat dalam majalah sastra dan jurnal, seperti majalah Horison, Kalam, Ulumul
Qur’an, Jurnal Puisi, Dewan Sastra
Jurnal Puisi Melayu (Malaysia), dan Perisa. Beberapa karya puisinya juga telah
dimuat dalam beberapa antologi, seperti:
1. Antologi Puisi Indonesia Modern Tonggak IV (Gramedia, 1987)
2. Dari Negeri Poci II (Tiara, 1994)
3. Ketika Kata Ketika Warna (Yayasan Ananda, 1995)
4. Takbir Para Penyair (Festival Istiqal, 1995)
5. Negeri Bayang-Bayang (Festival Surabaya, 1996)
6. Cermin Alam (Taman Budaya Jabar, 1996)
7. Utan Kayu: Tafsir dalam Permainan (Kalam, 1998)
8. Angkatan 2000 (Gramedia, 2001)
9. Dari Fansuri ke Handayani (Horison, 2001)
10. Horison Sastra Indonesia (Horison, 2002)
11. Napas Gunung (Dewan Kesenian Jakarta, 2004)
Selain karya
puisi yang ditulisnya bertema religius dan sosial, Acep Zam Zam Noor juga
menulis puisi cinta yang romantis. Antologi puisinya yang berjudul Menjadi
Penyair Lagi (Penerbit Pustala Azan, 2007) mewakili tren “puisi romantis”.
Antologi ini dibagi dalam dua kelompok. Kelompok 1 berisis puisi lama
(1978—1989) yang menurut Acep “sempat
tercecer dan terlupakan” selama ini.
Sebagian lagi
berisi puisi barunya (1990—2006). Puisinya juga
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yang dimuat dalam The
Poets Chant (Jakarta, 1995), In Words in Colour (Jakarta, 1995), A
Bonsai’s Morning (Bali, 1996), serta diterjemahkan oleh Harry Aveling untuk
Secrets Need Words: Indonesian Poetry 1996—1998 (Ohio University Press,
2001) dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda serta dimuat dalam
Toekomstdromen (Amsterdam, 2004). Puisi yang berbahasa Sunda juga sudah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris oleh Ayip Rosidi dan Wendy Mukherjee untuk Modern Sundanese
Poetry: Voices from West Java (Pustaka Jaya, 2001) dan dalam bahasa Prancis
oleh Ayip Rosidi dan Henry Chambert Loir untuk Poemes Soundanais: Antologie
Bilingue (Pustaka Jaya, 2001).
Di samping
menulis puisi, Acep Zam Zam Noor sampai sekarang masih aktif dalam pameran
lukisan, baik di dalam maupun luar negeri, seperti di Singapura, Filipina,
Belanda, dan Malaysia.
Beberapa penghargaan yang
telah diraih:
1. Hadiah Sastra Lembaga Bahasa Jeung Sunda untuk puisi Sunda pada
tahun 1991 dan 1993
2. Nomine hadiah Rancange untuk Dayeuh Matapoe tahun 1994
3. Penghargaan penulisan karya sastra dari Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional, untuk karya Di Luar Kata tahun 2001
4. Penghargaan penulisan karya sastra dari Pusat Bahasa, Departemen
Pendidikan Nasional, tahun 2005 untuk karya Jalan Menuju Rumahmu
5. Penghargaan The Sea
Write Awards tahun 2005 untuk karya Jalan Menuju Rumahmu
0 komentar:
Posting Komentar